Di pagi hari dengan seduhan kopi yang lezat dan sebatang rokok yang melengkapi, aku terhening sejenak mendengar kabar dari pemilik hati. Rindu yang menggelora ini telah cukup lama tertanam di dalam hati yang tentram hingga mencapai puncak klimaksnya.
Rupawan yang bagus yang telah lama dinanti kesudahannya sudah menampakkan batang hidungnya, untaian kata yang diucapkan meskipun cuma lewat mediator menciptakan cerita ini beterbangan di langit-langit kebahagiaan.
Saya teringat suatu dongeng yang di mana ada sangkut paut perihal penyampaian rindu yang terucapkan oleh pemilik hati. Ucapan yang gila terdengar, yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dalam pandangan argumentasi Kitab, Tuhan menyampaikan wahyunya melalu malaikat Jibril untuk di berikan terhadap Nabi dan Rasulnya.
Inilah yang terjadi kepadanya pemilik hati, pemilik hati memberikan rindunya kepada orang lain untuk di sampaikan kepada penanti rindu. Sedikit kisah, Pada dikala perantara menolak untuk menyampaikan rindunya dan menyuruh beliau pemilik hati untuk memberikan secara pribadi terhadap penanti Rindu, seakan tidak mau terima dengan sikap perantara.
Pemilik hati seakan tersipu aib untuk mengungkapkan rindunya secara eksklusif. Oleh karenanya perantara memenuhi titah dari pemilik hati dan eksklusif memberikan sikap pemilik hati. Jantung berdebar kencang, kebahagian melanda penanti rindu, burung-burung pun beterbangan seakan cemas mendengar detak jantung penanti rindu.
Lihat juga tulisan Eka Dwi Putra :
Tuhan : Aku Berkeluh Rindu
Kategorisasi Eksistensi Mahasiswa Kontemporer
Kritik Terhadap Kemunafikan
Tersenyum sendiri itu niscaya dilaksanakan dikala dia sedang senang, pipinya mulai memerah alasannya tidak sanggup untuk menahan kebahagiaan. Tapi itulah ia penanti rindu, meskipun ia senang tapi dia angkuh untuk mengucapkan kejujurannya dan sungguh disayangkan, karna ucapan rindu cuma sekilas dan tidak memperoleh kesimpulan yang mengerucut dari yang pernah tersampaikan sebelumnya.
Ayo mari kita lihat apakah rindu ini akan berlanjut dengan kebahagian yang di nanti ataukah berhenti hingga di batas ucapan mediator dan kembali menghilang bagaikan awan hitam ditiup angin sepoi menidurkan
Penulis: Eka Dwi Putra Sumber https://www.atobasahona.com/
Rupawan yang bagus yang telah lama dinanti kesudahannya sudah menampakkan batang hidungnya, untaian kata yang diucapkan meskipun cuma lewat mediator menciptakan cerita ini beterbangan di langit-langit kebahagiaan.
Saya teringat suatu dongeng yang di mana ada sangkut paut perihal penyampaian rindu yang terucapkan oleh pemilik hati. Ucapan yang gila terdengar, yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dalam pandangan argumentasi Kitab, Tuhan menyampaikan wahyunya melalu malaikat Jibril untuk di berikan terhadap Nabi dan Rasulnya.
Inilah yang terjadi kepadanya pemilik hati, pemilik hati memberikan rindunya kepada orang lain untuk di sampaikan kepada penanti rindu. Sedikit kisah, Pada dikala perantara menolak untuk menyampaikan rindunya dan menyuruh beliau pemilik hati untuk memberikan secara pribadi terhadap penanti Rindu, seakan tidak mau terima dengan sikap perantara.
Pemilik hati seakan tersipu aib untuk mengungkapkan rindunya secara eksklusif. Oleh karenanya perantara memenuhi titah dari pemilik hati dan eksklusif memberikan sikap pemilik hati. Jantung berdebar kencang, kebahagian melanda penanti rindu, burung-burung pun beterbangan seakan cemas mendengar detak jantung penanti rindu.
Lihat juga tulisan Eka Dwi Putra :
Tuhan : Aku Berkeluh Rindu
Kategorisasi Eksistensi Mahasiswa Kontemporer
Kritik Terhadap Kemunafikan
Tersenyum sendiri itu niscaya dilaksanakan dikala dia sedang senang, pipinya mulai memerah alasannya tidak sanggup untuk menahan kebahagiaan. Tapi itulah ia penanti rindu, meskipun ia senang tapi dia angkuh untuk mengucapkan kejujurannya dan sungguh disayangkan, karna ucapan rindu cuma sekilas dan tidak memperoleh kesimpulan yang mengerucut dari yang pernah tersampaikan sebelumnya.
Ayo mari kita lihat apakah rindu ini akan berlanjut dengan kebahagian yang di nanti ataukah berhenti hingga di batas ucapan mediator dan kembali menghilang bagaikan awan hitam ditiup angin sepoi menidurkan
Penulis: Eka Dwi Putra Sumber https://www.atobasahona.com/
Tags:
Tulisan Sahabat